MASALAH adopsi mencuat akhir-akhir ini, terutama ketika sejumlah masyarakat berkeinginan mengadopsi anak-anak Aceh korban tsunami. Akan tetapi kenyataannya adopsi tak semudah mengucapkannya.
Menurut Roediono, S.H., Wakil Ketua I Bidang Anak dan Pendidikan Yayasan Pembinaan & Asuhan Bunda (YPAB), adopsi acap dilakukan secara legal maupun ilegal.
Menurut Roediono, S.H., Wakil Ketua I Bidang Anak dan Pendidikan Yayasan Pembinaan & Asuhan Bunda (YPAB), adopsi acap dilakukan secara legal maupun ilegal.
Secara legal, itu pengangkatan anak dikuatkan berdasarkan keputusan pengadilan negeri. Hal ini tentu akan berimplikasi secara hukum. Sedangkan adopsi ilegal, bisa ddikatakan adopsi yang dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan antar pihak orang tua yang mengangkat dengan orang tua kandung anak.
"Adopsi secara ilegal inilah yang disinyalir sebagai celah untuk kasus jual beli anak (trafficking)" ujar Rudiono.
Jika seorang anak diadopsi secara legal, maka setelah pengangkatan, ada akibat hukum yang ditimbulkan, seperti hak perwalian dan pewarisan. Sejak putusan diucapkan oleh Pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. "Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat," kata sekretaris umum Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jabar itu.
Kecuali, bagi anak angkat perempuan yang beragama Islam, bila ia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikah hanyalah orang tua kandungnya atau saudara sedarahnya. "Dalam hal perkawinan siapapun orangnya yang melangsungkan perkawinan di Indonesia maka ia harus tunduk pada hukum atau UU Perkawinan yang berlaku di Indonesia yaitu UU No. 1 Tahun 1974," ujarnya
Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat.
Menurut hukum adat, bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, Jawa misalnya, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orang tua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orang tua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya.
Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya.
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali dan hubungan waris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya.
Sementara dalam Staatblaat 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan anak tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.
Secara otomatis hak dan kewajiban seorang anak angkat itu sama dengan anak kandung yang harus merawat dan menghormati orang tua angkat layaknya orang tua kandung, dan anak angkat berhak mendapatkan hak yang sama dengan anak kandung orang tua angkat.
"Dalam pelaksanaanya, pengadilan hanya memutuskan hak wali dan hak asuhnya saja, tidak untuk hak-hak lain. Maka untuk penggantian nama, penggantian orang tua dalam akta kelahiran, tidak begitu saja dapat diubah, harus ada sidang tersendiri," ujar Roediono.
Adopsi juga bisa terjadi antara negara (intercountry Adoption. Dalam intercountry Adoption, setelah si anak diadopsi secara sah lewat pengadilan, secara otomatis ia mengikuti kewarganegaraan orang tua angkatnya. Jika si anak WNA dan diangkat oleh WNI, otomatis ia menjadi WNI. Begitu pula sebaliknya. Hal ini tertuang dalam pasal 2 UU Kewarganegaraan.
Yang harus diantisipasi dalam intercountry adoption adalah apabila antar negara orang tua angkat dan anak terjadi perselisihan. Walaupun keluarga tersebut tidak memperlakukan buruk, namun masyarakat negara tersebut boleh jadi antipati. Akhirnya anak akan jadi korban.
Anak angkat berhak mengetahui asal-usulnya. Karena itu, orang tua angkat wajib menjelaskan tentang asal-muasalnya kepada si anak angkat. Tak perlu khawatir si anak lalu akan kembali kepada orang tua kandungnya. Hal itu jarang sekali terjadi.
Berdasarkan ketentuan hukum tentang adopsi, anak yang diangkat maksimum 5 tahun --walaupun akan segera direvisi hingga 12 tahun, maka jelaskanlah anak pada usia 5 tersebut tentang asal usulnya. Tak perlu khawatir bila orang tua kandung si anak sampai meminta anaknya kembali. Karena, anak yang sudah diadopsi secara sah lewat pengadilan tak boleh diambil lagi oleh orang tua kandungnya. Itulah keuntungannya kekuatan hukum dalam adopsi, untuk menghindari campur tangan pihak luar.
Jika orang tua angkat bercerai, orang tua angkat tetap mempunyai kewajiban mengurus dan membiayai si anak hingga bisa mandiri. Di pengadilan pun akan ditentukan siapa yang berhak merawatnya.
- Yuk selamatkan generasi anak cucua kita dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, siapa lagi kalau bukan kita yang akan meneruskan bangsa ini. trimakasih atas kunjungannya semoga bisa menambah wawasan dan pengetahuan tentang Adopsi Legal dan Ilegal. silahkan tinggalkan comment di bawah ini jika ada ganjalan di hati panjenengan and Good Luck.
SILAHKAN GUNAKAN FACEBOOK COMMENTARNYA JIKA TIDAK MEMILIKI URL BLOG ATAU SITUS LAINNYA SOB...?? TRIMAKASIH.